Designer Bestie
Lilia
Pramudiari. Gadis yang kerap dipanggil Lia itu memiliki sejuta mimpi di tangannya.
Dia anak yang ambisius dan juga tekun. Wajahnya cantik nan lemah lembut, begitu
juga dengan kecerdasannya. Meski begitu, dia sangat rendah hati dan ramah
kepada semua orang.
Ia
tinggal bersama papa, mama, dan adiknya. Ia juga mempunyai sahabat yang setia
menemaninya, Carissa dan Mawar. Mereka bertiga sudah bersama sejak TK. Lilia
tengah menduduki bangku kelas 2 SMA favorit kala itu, yaitu SMA Muda Karya. Ia mengambil
jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial dengan keterampilan tata busana yang memang digemarinya.
Suatu
hari di sekolah.
Saat
bel tanda masuk berbunyi, Lilia tiba di sekolah tepat waktu dan mengeluarkan
buku pelajaran Pak Karto, guru geografi yang sangat tegas. Tiba-tiba Pak Karto
angkat suara,
“Anak-anak
harap tutup buku kalian dan sediakan selembar kertas beserta alat tulisnya.”
Murid-murid
serontak spontan menjawab “Yah… Bapak.”
Tidak
heran, Pak Karto biasa mengadakan ulangan dadakan yang membuat para murid harus
siap tidak siap mengerjakan ulangan dengan soal yang beranak pinak. Lilia yang
biasa belajar pada malam hari sebelum sekolah, pada hari itu juga ikut mengeluh,
karena ia tidak sempat belajar akibat kelelahan menemani ibunya berbelanja
kemarin malam. Pada akhirnya mau tidak mau mereka harus ulangan juga dengan
kemampuan seadanya.
Tidak
terasa waktu berjalan begitu cepat karena soal-soal itu mengharuskan mereka
memutar otak dengan keras. Jam pelajaran Pak Karto pun berlalu dan jam istirahat
pun tiba. Hampir semua murid keluar dengan wajah masam, hanya sekelibat yang
berwajah riang tetapi kemudian terpikir akan jawabannya tadi.
Lilia,
Carissa, dan Mawar pun menuju ke area kantin untuk menghilangkan penat dan
merehtakan otak. Dalam perjalanan menuju kantin, mereka menemukan sesuatu di
papan madding. Carissa dan Mawar berhenti untuk melihat informasi yang ada di madding
itu, sedangkan Lilia masih merapikan tali sepatunya yang sedari awal terlepas
karena ikatannya tidak kuat. Carissa dan Mawar yang awalnya murung tiba-tiba
tersenyum sambal memanggil Lilia. Lilia yang hampir selesai dengan kegiatannya
itu buru-buru mendatangi mereka.
“Lia,
lihat nih!” ujar Carissa.
Lilia
yang sedikit rabun, meyipitkan matanya,
“Yayyy
young designer competition diadakan lagi tahun ini!” ucap Lilia senang.
Mereka
tidak bisa mengikutinya tahun lalu karena sudah ada perwakilan sekolah yang
dipilih. Mengingat hal itu, Lilia yang takut akan kehilangan kesempatan itu
lagi, langsung menghubungi nomor Bu Karin yang terteta di pojok kanan papan mading.
Lalu pergi menuju langsung ke ruang guru, kalau-kalau Bu Karin ada di sana.
Carissa dan Mawar pun bergegas menyusulnya. Ternyata benar saja, Bu Karin sedang
bergelut dengan layer persegi panjang yang bercahaya itu.
“Assalamualaikum,
permisi Bu Karin,” sapanya, membuat Bu Karin yang awalnya fokus ke layar laptop
itu menoleh kepadanya.
“Waalaikumussalam,
iya Nak ada apa?” jawabnya ramah.
“Saya
Lilia Bu, dari kelas 11 IPS 2, mohon maaf mengganggu waktunya sebentar, saya
ingin menanyakan perihal kompetisi yang diinformasikan melalui poster di papan mading,
apakah sudah ada yang mendaftar Bu?” tanya Lilia.
“Hmm…
sejauh ini belum ada yang mendaftar karena kebetulan poster itu baru dipasang pagi
tadi,” jawab Bu Karin.
“Yessss!”
ucap Lilia dalam hati.
“Baik
Bu, kalau begitu saya dan teman-teman saya yang juga kebetulan memiliki keterampilan
tata busana ingin mendaftar menjadi perwakilan sekolah untuk mengikuti kompetisi
itu Bu, apakah boleh?” tanyanya penuh harap.
“Bagus
kalau begitu boleh-boleh saja, jadi silakan kamundan teman-teman kamu mengisi formulir
ini dulu, maksimal 4 orang ya,” ucap Bu Karin.
“Baik
Bu, terima kasih banyak,” ujar Lilia dengan penuh semangat.
Mereka
bertiga pun mengisi formulir pendaftaran kompetisi. Setelah selesai., mereka beranjak
ke kantin untuk mengisi perut yang sedari tadi sudah berbunya kruk kruk.
Bel masuk pelajaran berikutnya berbunyi, mereka segera menghabiskan nasi kuah
soto yang masih sedikit panas.
Huh…
hah… huh… hah… tiup Mawar karena soto miliknya datang paling akhir.
Tiga
piring nasi kuah soto ludes habis, mereka bergegas menuju kelas. Tidak terasa
jam pulang pun tiba, terbesit ide di benak Lilia mengenai design baju
yang akan mereka buat nanti. Sebelum ide itu hilang, dia segera memberitahu Carissa
dan Mawar untuk mendiskusikan perihal itu di rumahnya sore nanti. Mereka semua
setuju dan pulang terlebih dahulu ke rumah masing-masing.
Sore
pun tiba dan Clarissa sudah tiba di rumah Lilia. Hanya Mawar yang belum datang,
mereka pun menunggunya. Ketika Mawar datang, ia meminta maaf karena sudah terlambat.
Mereka pun memulai diskusinya. Waktu yang diberikan untuk menyiapkan bajunya
memang cukup lama, dua bulan tapi mereka rasa lebih cepat lebih baik dan juga
jika direncanakan lebih awal hasilnya nanti akan lebih matang. Diskusi panjang
yang menurut mereka tidak melelahkan tapi menyenangkan, karena mereka memiliki
kegemaran yang sama. Setelah design baju yang dirasa bagus sudah
tercipta. Mereka mulai menentukan bahan dan peralatan yang diperlukan. Tak begitu
lama semua perencanaannya hampir selesai.
“Wah…
kita cepet juga yaa,” ucap Carissa sambal berpose keren.
“Alhamdulillah…
sudah hampir selesai,” ucap Mawar.
“Betul,
tinggal part terserunya aja nih, part menciptakan maha karya hahaha….” ujar
Lilia dengan intonasi mirip nenek sihir.
Seminggu
terlewati. Rancangan, alat, dan bahan sudah siap.
”Waktunya
menjahit,” ucap Carissa semangat.
Mereka
sangat bersemangat. Bekerja sambil menyanyi, menari, dan mereka sangat
menikmati itu. Dalam waktu seminggu baju yang mereka buat sudah jadi.
“Wahh….”
Spontan ketiganya takjub dengan maha karya mereka sendiri.
“Benar-benar
cantik,” ucap Mawar.
“Iya
dong, kerja bagus teman-teman,” ujar Lilia sambil tersenyum sumringah karena hasilnya
jauh lebih cantik dari ekspektasi mereka.
Gaun
dengan warna sage green, dengan detail-detail kecil yang sangat indah.
Gaun itu disimpan di rumah Lilia. Keesokan harinya adalah hari libur sehingga
mereka hangout bersama di salah satu coffee shop yang lumayan terkenal. Mereka
mengobrol dan tertawa-tawa sambil bercerita sampai mereka bertemu sekelompok
orang, yang sedikit aneh menggunakan hoodie hitam dan topi yang senada. Mereka tidak
terlalu peduli dengan hal itu dan melanjutkan obrolan
Waktu
berjalan begitu cepat, sampai pada hari kompetisi tiba. Gaun dari masing-masing
perwakilan sekolah terlihat begitu indah dan memiliki karakteristik masing-masing.
Kami peserta nomor 08. Masuk ke sesi penilaian, juri pun menilai satu persatu
karya dari peserta. Tetapi ada satu peserta yang tidak hadir.
“Peserta
nomor 05 itu kenapa tidak hadir ya?” tanya Carissa terheran.
Entahlah,
tidak ada yang tahu, pikir kami.
Tiba-tiba
datang dengan tergesa-gesa empat orang yang membawa baju dengan warna merah
tua. Ternyata mereka peserta nomor 05, hampir saja mereka didiskualifikasi.
Lilia, Carissa, dan Mawar ikut merasa lega karena peserta tersebut tidak jadi
didiskualifikasi oleh panitia.
“Hahhh!!”
teriak mereka bersamaan. Lilia, Carissa, dan Mawar mendadak pucat dan panik.
Betapa terkejutnya mereka melihat gaun peserta nomor 05 sangat persis dengan milik
mereka, bedanya hanya ada di warnanya saja. Sontak mereka protes, terutama
Lilia yang sudah sangat mengerahkan pikiran dan tenaganya untuk kompetisi ini.
Salah
satu peserta nomor 05 menjawabnya dengan nada tinggi, “Lah… mereka plagiat
panitia!”
Carissa
sangat geram dan terjadi perkelahian, serta jambak-jambakan di sana. Lilia,
Mawar dan panitia segera melerai perkelahian itu. Acara pun ditunda. Lilia terdiam,
berpikir. Dia sangat bingung, bagaimana bisa design milik mereka bisa
sangat mirip, bahkan persis. Ketika Lilia sedang menenangkan Carissa, tiba-tiba
terdengar suara isak tangis dari dalam toilet yang berada tidak jauh dari situ.
Lilia pun menghampiri suara itu dan ditemukannya Mawar sedang menangis
tersedu-sedu.
“Hei
Mawar, kenapa kamu nangis gini? Sudah tidak apa-apa nanti bisa kita selesaikan,
tenangkan pikiranmu dulu, mungkin ada kesalahpahaman di sini,” terangnya.
“Lia…”
panggilnya dengan nada memelas, lalu melanjutkan tangisnya.
“Iya
ada apa Mawar? Bilang aja sama aku, apakah ada yang menjahatimu?” ucap Lilia.
Mawar
malah menangis sejadi-jadinya. Seolah Lilia tahu apa yang terjadi. Ia pun menenangkan
diri dan mengatakan hal yang sebenarnya.
“Lia…
Maafkan aku, semua ini terjadi gara-gara aku. Mereka membully dan mengancamku,
aku sangat takut, aku juga tidak bisa bilang kepada siapa-siapa. Maafkan aku
sudah mengkhianati kalian,” ucapnya sambil sesenggukan.
Lilia
terdiam dan mencoba menjawab Mawar. Ia tidak marah kepada Mawar. Amarahnya
justru tertuju kepada para peserta nomor 05. Ia lalu membicarakan hal ini dengan
Carissa dan Bu Karin. Mereka tidak punya bukti kuat bahwa mereka telah melakukan
kecurangan dan bahkan perundungan kepada peserta lain. Mereka bersama sama sama
mencari ide, ternyata ada CCTV yang dipasang di sekitar gedung kompetisi itu
diselenggarakan.
Secara
sembunyi-sembunyi, Lilia dan teman-temannya meminta panitia mengecek rekaman
CCTV itu. Benar saja, mereka merundung Mawar, bahkan melakukan kekerasan kepadanya.
Lilia dan Carissa sangat geram. Mereka langsung mendatangi para peserta 05 di
tempat mereka beristirahat. Para peserta 05 awalnya menolak dan sangat marah
karena dituduh. Setelah diberikan bukti, mereka hanya bisa diam terpaku. Mawar masih
takut dengan mereka.
Semua
masalah diselesaikan oleh pihak terkait. Mereka diberi hukuman atas apa yang
mereka lakukan. Karya mereka juga didiskualifikasi dari kompetisi. Bu Karin
mencoba menenangkan Mawar. Kami semua juga selalu menemaninya.
“Mawar,
sudah jangan menangis ya Nak, kamu sudah aman. Kami semua di sini bersamamu,” ucap
Bu Karin sambil, memeluk Mawar.
Kami
menghabiskan banyak waktu dengan Mawar. Memeriksa kesehatan fisik dan mentalnya.
Seminggu kemudian, keadaan berangsur-angsur membaik. Mawar juga merasa jauh lebih
baik dari seminggu yang lalu. Tiba saatnya hari pengumuman. Kami semua datang
bersama Bu Karin. Mawar juga, meski pada awalnya Ia menolak ikut karena kejadian
itu masih menghantuinya.
Saatnya
tiba di puncak acara. Kami sangat gugup, mengingat kejadian kemarin mungkin
berdampak kepada penilain juri.
“Selamat
kepada SMA Nusa Raya sebagai juara ke-3!” ucap MC penuh semangat.
“Juara
ke-2 kita, SMA Bakti Jaya, selamat!”
“Dan
yang kita tunggu-tunggu, juara pertama kita, jeng jeng jeng… SMA Muda Karya!
Beri tepuk tangan semuanya, selamat!”.
Lilia,
Carissa, dan Mawar pun bersorak gembira dan maju ke atas panggung untuk
menerima penghargaan. Baju yang mereka design juga akan tampil pada Young Generation
Fashion Show. Bu Karin dan pihak sekolah pun sangat bangga dengan pencapaian
mereka. Mereka sangat bahagia karena mendapatkan hasil yang sesuai dengan kerja
keras yang sudah mereka lakukan bersama-sama.
Sumber : Cerita oleh Amanda Agni Oktavia Ramadhani dalam buku Antologi Cerpen MAN KOTA PALANGKA RAYA. Menik Dwi Astuti, dkk. : Kepak Sayap Raih Bintang.
Komentar
Posting Komentar